Aku anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, menjadi anak perempuan terkadang membuat aku merasa dibatasi. Termasuk untuk pergi-pergian. Kadang aku suka iri melihat teman-teman seusiaku sudah banyak menjelajahi kota kota indah di negeri ini, sedangkan aku sebatas pergi acara study tour sekolah, pelantikan organisasi, atau outing dari kantor saja.
Inilah alasan mengapa aku rela memberanikan diri ikut mengantar nenek yang biasa aku sapa emak. Seorang nenek kelahiran 1945 yang merawatku sejak bayi hingga aku duduk dibangku Smp tahun 2004. Emak pindah ke Bengkulu, ikut anak bontotnya kak lis dan merawat cucu kandungnya disana, karena aku adalah cucu ponakan, emak adalah adik dari nenek kandungku atau lebih tepatnya tante dari mama ku. Aku pergi mengantar emak yang sudah hampir 7 bulan sejak dari lebaran 2014 belum pulang dari Jakarta dan sekaligus berlibur di Bengkulu, aku butuh refreshing. Aku cuti seminggu dari kantor, namun aku hanya 5 hari di Bengkulu. Bersama nenek aku terbang menggunakan citilink Indonesia, pengalaman pertama naik pesawat istighfar terus dalam hati ketika melihat awan putih menutupi kaca jendela pesawatku, namun semua perasaan takut itu berganti takjub ketika melihat betapa serasinya awan dan langit hari itu, dalam perjalanan 1 jam dari Jakarta menuju Bengkulu. Aku asik memotret pemandangan indah dari atas pesawat, hingga akhirnya aku dan nenek tiba di bandara Fatmawati Bengkulu sesuai dengan jadwal penerbangan.
Aku dijemput suami dari anaknya emak, Bang Redo namanya. Sampai tiba dirumah aku bersantai membuka oleh-oleh untuk anak-anak kak lis, dio dan zahra. Baru sampai saja, aku sudah disuguhkan buah durian kesukaanku, akupun memakan dengan lahap tanpa ragu. Dalam, keseharian disana, aku harus menunggu kak lis yang seorang guru pulang mengajar untuk bisa menemani aku jalan-jalan. Aku memulainya dari Tugu Pers Bengkulu, lalu ke Fort Marlborough, dan ke pantai Jakat. Pantai yang memiliki sunset yang begitu indah. Aku hanya, bermain pasir, sambil menikmati deburan ombak yang menyerbu kakiku. Zahra begitu asik bermandi ria sambil berlari- lari lalu kak lis sibuk mengabadikan momment indah ini.
Maghrib tiba, kami bertiga bergegas sholat di masjid dekat Tugu pers tadi, sehabis itu aku diajak kak lis menikmati pempek dan model Anen di kawasan kuliner Barukuto, Bengkulu Kota. Sehabis itu, kami pergi ke Jne untuk mengambil paket pizza yang dikirimkan abang aku dari Jakarta. Maklum, di Bengkulu belum ada Pizza jadi itulah menu oleh-oleh favorit Dio dan Zahra yang sangat ditunggu-tunggu.
Keesokan harinya, kak lis cuti kerja, aku diajak mengunjungi pantai panjang, pantai unggulan di Bengkulu. Pantai yang masih putih pasirnya namun tidak boleh ada yang bermandi disana karena bentuk pantainya agak curam, siang itu aku dan kak lis menikmati di pinggirannya saja sambil minum es kelapa. Aku semakin memuji Allah yang MahaMenciptakan isi bumi yang begitu mewah,asri, dan menenangkan hati. Lalu sepulang dari pantai aku diajak ke pasar tradisional yang disebut pasar minggu untuk berburu kopi asli Bengkulu yang katanya enak banget "1 kali coba, 1000 kali suka" begitulah tulisan dibungkusannya.
Sabtu siang, aku pergi ke rumah Ibu Fatmawati, istri Presiden pertama kita Bung Karno lalu aku sempatkan juga untuk mengunjungi rumah pengasingan Soekarno dari tahun 1938, seusainya aku langsung mencari oleh-oleh buat keluarga dan teman-teman di Jakarta, seperti gantungan kunci, baju bergambar Bengkulu, dan juga tas. Lalu aku mampir ke Masjid Jamik Bengkulu, yang bangunanya merupakan rancangan asli Soekarno di zaman pengasingannya. Setelah sholat, kita akhiri malam itu dengan makan di Rumoh Atjeh sepiring mie aceh, martabak aceh, dan kopi tubruk kuhabisi tanpa sisa. Aku juga pergi melihat Bengkulu Indah Mall, hahaha berbeda sekali dari mall di Jakarta, Mall ini hanya dua lantai loh.
Minggu pagi, aku diajak kak lis dan Zahra untuk makan lontong sayur padang, uniknya lontong sayur ini dicampur tunjang, nyamiii banget. Aku kembali mencari oleh-oleh kue khas Bengkulu yaitu, kue tat. Sehabis itu, aku pulang untuk bersiap kembali ke Jakarta. Aku pulang sendirian, dan aku menangis karena harus berpisah dari emak, kak lis, bang redo, dio, dan zahra. Tapi, pengalaman berlibur di Bengkulu penuh kesan yang mendalam.
Gambar ini kurang bagus dari aslinya, tapi setidaknya dapat menjadi kenangan berharga buat aku pribadi
Komentar
Posting Komentar